Selasa, 04 Januari 2011


Praktikum Profesi HI UNPAD 2007 :

Sebagai Sebuah Inovasi dalam Pengaplikasian Studi HI

Berbicara tentang aplikasi tentu kita akan berbicara tentang manfaat/kegunaan akan sebuah hal, seeprti halnya aplikasi bwt perangkat elektronik. Berhubung temanya aplikasi studi HI, tentu jelas sebagai sebuah ilmu, HI memiliki kegunaan. Kalu tidak memiliki kegunaan tentu bukan ilmu namanya. Percuma saja untuk dipeljari jikalau tidak memberikan kemaslhatan bagi umat manusia.

Semakin berkembangnya studi HI baik dalam actor sebagai subjek dan cakupan issuenya, tentunya membawa pengaruh yang besar dalam aplikasi ilmu HI itu sendiri. Jika kita tarik lagi perubahan studi HI yang sejak awal berdirinya sampai sebelumj perang Dingin berakhir sangat didominasi oleh aliran postiivs, yang mana menurut kaum reflektivis telah memebntuk ‘struktur” yang kuat dalam menancapkan konsep dan teorinya di tiap pikiran para penstudi HI. Maka sejak berakhirnya Perang Dingin, isu-isu HI yang sangat high-politics perlahan-lahan mulai cair dan mulai “membumi”, tidak lagi terpatok pada lingkaran elitis pembuat kebijakan. Perspektif barupun mulai menjadi pilihan dan dikembangkan secara masssiv. Keberanian mendrobak struktur yang telah tertanam kuat telah membuka pintu-pintu pengetahuna baru dalam pendalaman studi HI.

Lihat saja efeknya sekarang ini, HI tidak lagi melulu berbicara mengenai kebijakan luar negeri, diplomasi, politik global, kemanan global (tradisional), organisasi internasional, perang dan damai. Berakhirnya Perang Dingin misalnya melahirkan konsep demokrasi dan HAM yang mulai marak diperbicangkan, konsep human security yang tidak lagi beraptok hanya pada dunia militer dan high-politic (tetapi menekankan pada individu) serta semakin meningkatnya perhatian utama kita terhadap lingkungan hidup dan kesetaraan gender. Belum lagi konflik yang terjadi tidak lagi hanya melibatkan antar negara, melainkan terhadi dalam Negara itu sendiri (domestic) yang semakin ramai sejak 90-an, membuat kajian konflik etnis menjadi perhatian utama para penstudi HI. HI seakan semakin meluas. Tragedi 11 September menjadi bukti berikutnya dimana kajian tentang terorisme global/internasional mulai dipelajari di bangku-bangku kuliah ataupun kajian tetnang Islam dalam HI dalam memahami kompleksitas tragedi 11 September. Tidak hanya itu pembelajaran terkait cultural studies juga mulai popler di kalangan para penstudi HI dimana kita diajak untuk ‘mengobrak-abrik” berbagai macam “struktur/mitos” yang telah tertancap kuat dalam studi HI selama ini. Untuk Indonesia khususnya, sejak dimulainya otonomi daerah sangat memungkinkan sekali kerjasama antar daerah dan dunia internasional asalkan kesepakatannya sejalan dengan kebijakan nasional negaranya. Dalam studi HI pun ada pembelajaran tentang hubungan ekonomi politik pusat dan daerah

Jelas dinamisnya studi HI dalam menyikapi berbagai macam persoalan yang terjadi menandai adanya keberanian untuk bersikap inovatif dan selalu berorientasi akan masa depan. Studi HI perlahan-lahan mulai keluar dari zona nyamannya selama ini dan seakan menantang dirinya sendiri dalam menghadapi berbagai macam problema dunia internasional. Bukan bermaksud membanggakan diri sendiri tetapi kita (saya dan teman-teman HI Unpad 2007) sebagai penstudi HI juga mulai perlahan-lahan berpikir inovatif dalam menyikapi perkembangan studi Hi saat ini. Ini bisa terlihat jelas dalam praktikum profesi yang kami lakukan pada November lalu. Mulai dari pengamtan terhadap “keunikan” hip-hop di Australia, ekssistensi waria dan cabaret di Thailand sebagai penarik wisatawan, glokalisasi kopitiam (warung kopi) di Singapura, perkembangan wisata belanja di Orchard Road Singapura, penamaan rijstafle (kuliner) di Belanda yang identik dengan poskolonialisme, sampai pada hal-hal seperti English Village di Pare (Kediri), konsep disneysasi di Taman Mini Jakarta, ataupun perkembangan Pasar Seni Sukowati di Bali yang ramai dikunjungi wisatawan mancanegara dan konsep pengairan dan pertanian di Bali yang terus lestari dalam era globalisasi selain sebagai tujuan wisata hingga mengamati hal-hal yang berbau mistis/spiritual/local wisdom di sebuah desa di Bali.

Studi HI yang kita lakukan berupa praktikum menunjukkan betapa semakin membuminya studi HI dan bisa ditemukan dimana-mana. Studi HI saat ini bisa mengaitkan dirinya dengan hal-hal yang tidak lagi harus berdasarkan hubungan antar negara melainkan mulai dilakukan dan dirasakan pada tingkatan komunitas ataupun individu (sebagai pemain kunci). Sekarang kemanapun kita berjalan, menonton, gaul, kongkow semuanya tidak lepas dengan fenomena dalam studi HI. Melihat iklan Nutrilon di tv, kongkow di Starbucks, nonton film-film Hollywood, efek CAFTA di Cibaduyut, banyaknya para warga melayu Malayisa yang belanja di Pasar Baru Bandung (menurut teman saya David), pornografi, penyebaran HIV/AIDS, donor organ illegal, pandemik SARS dan flu burung, fenomena paras Indo di tv-tv yang digilai para warga Indonesia sampai pada fenomena the rising star Irfan Bachdim juga tak luput dari kajian HI baik dari segi fisiknya maupun konsep naturalisasi dalam sepakbola.

Bukan berarti high-politics thingy sudah tidak zaman lagi, melainkan dengan bermunculannya konsep HI yang sangat sehari-hari tadi menandakan betapa kompleksnya studi HI tersebut. Tentu terkadang isu-isu yang nyeleneh ini tidak sejalan dengan pola pikir penstudi HI kebanyakan, bahkan malah cenderung mengucilkan dan tidak mengapresiasi. Berbagai tekanan muncul. Hal ini semakin memberi tantangan dalam mengembangkan studi HI yang semakin kaya dan menarik ini. Justru disanalah menurut saya aplikasi ilmu HI yang paling dasar selalu berpikir ke depan dan maju dalam melihat zaman. Tidak terkungkung akan struktur yang telah tercipta dan senantiasa selalu mendobrak dan melakukan perubahan.


Tidak ada komentar: