Sabtu, 12 Juni 2010

PERKARA TENGAH MALAM (PART 1)

Mulailah Mengaji……………

Entah kenapa, di tengah malam yang sunyi senyap ini, hati saya terketuk menulis perkara ini. Disaat kondisi fisik sedang tak prima, pikiran saya melayang-layang mengingat berbagai romansa masa lalu, dan tak tahu kenapa saya jadi teingat masa kecil saya yang kental nuansa islami sembari memandangi tafsir Al-qur’an yang tersusun rapi berdampingan dengan pemikiran Marx, Foucault, Gramsci, Stiglitz. Mereka tersusun elok di rak buku…

Tetapi saya tak punya alasan yag jelas mengapa pikiran saya terpusat pada perkara ini. Saya ingat-ingat kembali, entah kenapa….ketika diri tak lagi kuat…..dan lagi-lagi entah kenapa….saya jadi teringat akan Tuhan. Saya pun merasa seperti seorang hipokrit, yang mengingat Tuhan tatkala ketika sedang adalam kesusahan dan dalam kelemahan. Kalaupun saya memang hipokrit, setidaknya dipikiran saya masih terlintas perkara Tuhan.

Masih terbenam kuat di benak saya, ketika dulu saya masih disuruh-suruh orang tua buat ngaji. Dulu itu zamannya masih TPSA. Di Sumbar khusunya dimana agama dan adat berjalan ber iringan, sesuai falsafah hidup orang Minang “adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah”, mengaji adalah aktivitas yang bisa dikatakan ‘wajib” bagi anak-anak seumuran saya. Tidak bisa mengaji adalah sebuah hal yang memalukan dan bisa menjadi cibiran/tertawaan para tetua disana. Selintas mungkin ini terkesan “keras” bagi orang-orang yang hidup perkotaan apalagi kalau dipandang dari kacamata era 2000-an ini. Hahahhahahahha, tapi saya malah berpandangan sebaliknya. Kalau saya ingat lagi maka betapa indahnya masa itu dibandingkan zaman sekarang, yang terasa kering dan gersang menurut saya. Sunguh saya rindu masa-masa itu.

Saya masih ingat sekali, saya mengaji itu mulai kelas 1 SD di sebuah TPSA, mulai dari Iqra sampai Al-Qur’an saya menamatkan di masjid yang sama dan telah melewati berbagai macam udztad/pengajar yang rata-rata adalah mahasiswa IAIN di Padang. Ada yang tahan dengan kelakuan nakal para asuhannya, ada juga yang tidak. Yang tidak tahan, hanya bertahan beberapa bulan saja, setelah itu hengkang mencari masjid yang lain. Sebagian besar diantara mereka tinggal di masjid.

Saya masih ingat sekali, tak jarang mereka mengejar anak-anak yang nakal yang berisik dan malas sekali untuk disuruh berwudhu. Hahahhaa, dan anda bisa tebak, mereka kerapkali menggunakan ‘rotan” yang diikat ketika mengajar dan mengejar anak-anak yang berlarian kesana-kemari. Tak jarang mereka memukulkan rotannya ke mejanya ketika anak-anak yang mengaji menjadi berisik atau salah diantara kami belum juga lancar mengajinya…. Jika dibandingkan dnggan metode pengajaran sekarang yang sangat ‘ramah” mungkin kita bisa melabeli para pengajar kita dulu adalah seorang konservatif. Aghhhhhhh, tetapi tidak juga . Menurut saya, setiap masa menurut saya punya ciri khas dan keunikan sendiri yang tidak bisa dinilai begitu saja melalui perspektif saat ini karena pastinya akan menimbulkan bias…..

Saya masih ingat sekali, ketika saya begitu takutnya ke masjid, ketika kami diajar oleh guru baru yang menurut saya "killer". Saya sampai mencari alasan agar tak ikut mengaji di masjid. Saya sampai sembunyi di balik sofa sekitar 2 jam agar tak pergi ke masjid. Dan tak seorangpun keluarga saya mengetaui kalau saya sembunyi di balik sofa. Bahkan saya pernah "over-acting" ketika jatuh dari sepeda dan terdapat luka robekan di lutut saya. Sebenarnya lukanya sih ringan, tapi saya sengaja pasang muka memelas kepada orang tua saya kalau lukanya sakit sekali, supaya saya tidak jadi pergi masjid. Saya takut sekali ke masjd, karena sampai saat itu saya masih belum bisa mengaji dengan irama. Seingat saya ada 7 macam irama ketika membaca Al-Qur’an, dan saya sama sekali tidak menguasai salah satunya. Enath karena gurunya yang keras, saya kira…..

Saya masih ingat sekali ,sepulang dari masjid berlarian sangat kencang dengan rekan-rekan saya menuju umah masing-masing. Berlarian dengan teramat kencang memberikan kepuasan sendiri setelah “suntuk” mengaji di masjid. Selain sebagai upaya untuk tidak tampak takut. Karena masa kecil saya banyak sekali dirasuki oleh cerita hantu oleh para warga dan teman-teman mengaji saya sendiri. Dan karena jalan dari masjid ke rumah saya juga sangat gelap, maka berlari teramat kencang adalah solusi yang jitu saya rasa. Hahahhaha. Tak jarang saya minta jemput sehabis mengaji di masjid. Kalau tidak ada yang menjemput saya pulang mengaji, ini adalah aktivitas yang saya lakukan….BwaHahahhhaahah……..

Saya masih ingat sekali, terpaksa menemani sepupu perempuan saya (waktu itu sedang di bangku SMK) yang pacaran di lorong-lorong gelap ketika menjemput saya mengaji, terutama kala hujan sedang turun lebat-lebatnya. Dia menggunakan kesempatan ini karena tidak diridhoi oleh keluarga saya kala itu, karena si cowoknya terkenal “preman” dan sering mabuk katanya. Jadilah pacarannya “backstreet” tapi ini tidak berlangsung lama, Cuma sekitar 1-2 bulan.

Saya masih ingat sekali, sejak kelas 2 SD saya mulai sering mengikuti lomba membaca ayat pendek, lomba sholat, lomba sholat mayat, dan lomba wudhu. Lomba yang pernah saya menangi hanya lomba wudhu. Untuk lomba baca ayat pendek saya setidaknya harus hapal 23 surat pendek. Begitu juga dengan praktik sholat saya benar-benar harus "bersih" dalam pelafalannya (huruf arab). Pada wakti itu saya sama sekali seperti robot, tidak mengerti apa yang saya lakukan, yang saya lakukan hanyalah hapalan dan persiapan buat lomba. Jujur saja, semasa SD walaupun saya pernah ikut lomba ,tetapi saya jarang sekali sholat. Orang tua saya sampai kesal akan hal ini. Dan pernah nyindir saya percuma saja kamu ikut lomba ini-itu tapi tak pernah ada realisasinya dalam kehidupan nyata. Haghhhhhh, pada waktu itu saya cuma mengiyakan saja, tak mau membantah ucapan orangtua saya….

Entah kenapa, saya jadi rindu masa-masa itu di tengah keheningan malam ini. Sesekali saya mulai lagi mengaji dan membaca terjemahannya. Sebuah aktivitas yang sudah tahunan tidak saya lakukan lagi. Saya masih beruntung mengingat masa-masa itu, karena tidak semua anak-anak yang tumbuh dan berkembang sekarang bisa mengalaminya lagi. Dan memang pengalaman pada akhirnya membentuk kepribadian seseorang…..

To be continued………………………