Selasa, 04 Januari 2011

Menyikapi Ragam Paradigma dalam Studi HI

Menyikapi Ragam Paradigma dalam Studi HI

Dalam hal saya tidak akan membahas berbagai macam paradigma dalam studi HI. Jumlahnya sangat banyak sehingga memungkinkan kita melihat persoalan dari berbaghai macam sudut pandang. Paradimga seringkali disamakan maknanya dengan perspektif, pendekatan, aliran pemikiran (school of thought). Jumlahnya yang cukup banyak tersebut terkadang membingungkan dan sukar sekali untuk menguasai semuanya sekaligus. Sebut saja Realisme, Liberalisme beserta turunanya Neo-Realisme dan Neo-Liberalisme, Marxisme, Critical Theory, Normative Theory, Konstruiktivisme, Poskolonialisme, Feminisme, Historical Sociology, Pos modernisme serta Enviromentalisme. School of thought dioatas juga terbelah kedalam Positivis dan Reflektivis yang karakternya saling bertolak belakang. Banyaknya pendekatan yang digunakan juga terkait dengan dinamisnya isu (ontology) dari kajian studi HI itu sendiri.

Pada tulisan kali ini saya akan lebih memfokuskan pada diri saya sendiri (dan mungkin bagi para pembaca dan teman-teman HI lainnya) dalam usaha memahami berbagai macam aliran pemikiran/paradimga diatas. Bukan pekerjaaan yang gampang tentunya dalam memahami kesemuanya. Mereka seolah-olah seperti prasmanan yang terhampar di meja saji dalam partai besar. Beberapa ada yang kita sukai dan cocok dengan lidah kita, tetapi beberapa diantaranya tampak tidak sesuai selera. Akan tetapi sebagai pesntudi HI mau tidak mau kita harus mencoba semuanya (sebelum pada proses memahami tentunya). Beberapa diantaranya cukup lancar ditermia, sedangkan yang lain membutuhkan pergolakan yang cukup panjang untuk bisa memahaminya (setidaknya untuk dibaca). Terkadang sukar sekali diterima dengan akal pemikiran mainstream (terutama pemikiran Reflektivis). Dibutuhkan “keterbukaan” (open-minded) dalam memahaminya. Setidaknya untuk membuka pintu pertama dalam otak kita, sebelum pintu-pintu yang lainnya dibuka.

Lalu apakah selancar itukah prosesnya? Tentu tidak, untuk memahami reflektivis misalnya sebagai “lawan” dari positivis, kita dituntut untuk memahami positivis terlebih dahulu, agar tidak ngaur dan sok-sok-an dalam memahami pemikiran Reflektivisme. Reflektivisme sendiri mulai menjadi mengemuka dalam studi HI sejak berakhirnya Perang Dingin, walaupun pada decade sebelumnya telah mulai dirintis. Semakin berkembangnya pemahaman Reflektivisme membuat studi HI semakin berwarna dan bervariasi sekaligus semakin menawarkan banyak pilihan. Pilihan yang sangat banyak inilah yang membingunkan jika kita berusaha memahami semuanya dalam kurun waktu empat tahun. Memahami kesemuanya secara sedikit-sedikit dan tidak tuntas, tentunya membuat kita kewalahan dalam menentukan sikap. Seringnya diskusi dengan teman-teman seangkatan dan angkatan-angkatan atas, membuat saya mendapat kesimpulan “terlebih baik” jika kita memilih satu yang paling kita sukai dan paling tertarik untuk selanjutnya dieksplor lebih dalam ketimbang membaca semuanya tetapi cuma sedikit-sedikit . tentu mengetahui dan membaca kesemua paradigm tersebut adalah hal yang dibutuhkan demi pemahaman yang lebih holistic. Akan tetapi ketetapan sikap dan pilihan akan lebih memudahkan kita dalam menyatakan sikap (setidaknya untuk tujuan yang pragmatis).

Jika kita tarik keawal ketika Studi HI pertama kali berdiri setelah PD I berakhir, pengaruh bidang studi lain seperti hukum, sejarah, dan filsafat tampak sangat mendominasi. Bahkan Realisme yang identik dengan “orisinalitas” atau “keunikan” dalam studi HI, sangat kuat sekali dipengaruhi oleh pemikiran pemikiran politiknya Machiavelli dan Thomas Hobbes. Ataupun Idealisme yang sangat kental atas pemikiran Kant. Hal ini terus berlanjut sampai sekarang, dimana ilmu sosial lain seperti Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi serta Politik sangat kental dalam mewarnai studi HI. Perkembangan Studi HI yang sangat dinamis dari masa ke masa terutama dalam coverage issuenya memungkinkan sekali mucul kajian baru dengan pendekatan yang sudah di”HI-kan” seperti pemikiran Mazhab Frankfurt yang kental dengan Ilmu Komunikasi yang kemudian di-“HI-kan” oleh Linklater atau pemikiran Posmodernisme yang di-Hi-kan” oleh Ashley dan RBJ.Waklker. Bahkan berbagai macam mata kuliah pun seperti Politik Dunia, Lingkungan Hidup dalam studi HI, Islam dalam studi HI, MNC dalam politik dunia menandakan betapa rumitny dan kompleksnya percampuran ilmu-ilmu lain dalam studi HI itu sendiri.

Sangat dinamisnya perkembangan paradigma/alirran dalam studi HI mengindikasikan pola pikir yang “open-minded” dalam menyikapi berbagai macam perubahan. Itulah yang saya rasakan selama belajar di HI. Keberagaman paradigma serta adanya filtrasi dan percampuran dari ilmu social lainnya membuat kadar toleransi dalam menyikapi masalah lebih longgar tidak lagi kaku/keras seperti diawal dulu karena adanya kesadaran bahwa studi HI sangat kaya akan ‘sudut pandang’ dalam menyikapi sebuah permasalahan yang tentunya dengan tool analysis-nya menggunakan paradigm yang beragam tadi.

Hanya saja, kelonggaran toleransi yang tinggi terhadap keberagaman cenderung menimbulkan semacam clash dalam diri masing-masing penstudi HI saya pikir. Apalagi segala macam buku/referensi yang dibaca merupakan pemikiran dari Eropa, Amerika Utara, Australia. Sangat sedikit sekali literature yang intens kita baca berasal dari India dan China atau dunia belahan lainnya. Mungkin selain dominasi Eropa dan Amerika Utara, Australia, Amerika Latin yang sangat terkenal dengan prominen pemikiran terkait dependency school-nya . Mungkin pemikiran ini lebih tepat ditujukan khusus bagi para penstudi HI di Indonesia dan negara berkembang lainnya,diman studi HI cenderung membuat para penstudinya sangat “kebarat-baratan” dan bingung dalam “membumikan” studi HI itu sendiri yang identik dengan elitis, keanggunan, pencitraan. Dengan kata lain studi HI juga belum digunakan secara maksimal dalm pengambilan kebijakan pemerintah. Hal ini menimbulkan kebingungan dalam mengharmonisasikan teori dan paradigm HI dengan event-event domestik Jika India mulai perlahan-lahan mengidentikkan dengan aliran poskolonilsime lantas bagaimana dengan penstudi Hi di Indonesia ??

Tidak ada komentar: