Selasa, 04 Januari 2011

Pemuatan Kembali Karikatur Nabi Muhammad oleh Media Massa di Eropa ( 2005-2006) Sebagai Sebuah Bentuk Ancaman Keamanan Global

Pemuatan Kembali Karikatur Nabi Muhammad oleh Media Massa di Eropa

( 2005-2006) Sebagai Sebuah Bentuk Ancaman Keamanan Global

A. Sekilas tentang Pemuatan Karikatur Nabi Muhammad pada 2006 oleh Media Massa di Eropa

Isu ini menghebohkan dunia pada awal tahun 2006. Setelah dimuat di harian kecil Jylland-Posten di Denmark dan diterbitkan kembali oleh berbagai media massa Eropa seperti, Swedia, Spanyol, Jerman, dan Prancis, kabar ini semkain menghebohkan dunia. Meskipun teklah ada pemintaan maaf dari pihak Jylland-Posten dan dari Pemerintah Denmark sendiri, gelombang protes tak dapat dihindarkan. Dua kubu pun muncul dan saling memanaskan suasana. Kubu Muslim berpendapat kartun Nabi Muhammad tersebut telah melecehkan agama Islam serta mengganggap bahwa deksripsi negatif tentang Nabi Muhammad dirasa semakin melecehkan perasaan umat Muslim Dunia. Reaksi paling keras dan vokal disampaikan di negara-negara Kawasan Timur Tengah dan Asia Selatan.

Kubu lainnya yaitu pihak Barat kendati telah meminta maaf tetap saja respon yang diberikan umat Muslim masih “keras”. Mereka tetap bersikeras penerbitan kartun tersebut atas dasar kebebasan brekspresi dan kebebasan pers. Hal inilah yang semakin tidak terima oleh umat Muslim. Aksi kekerasan tak terelakkan yang berbuntut pada penarikan sementara staf diplomatik Denmark di tiga negara, Indonesia, Iran dan Suriah. Selain itu juga terjadi perang mulut anatar AS dengan Iran terlebih lagi ketika AS melalui Menlunya menuduh Iran dan Suriah sebagai dalang dari kekisruhan ini. Hal ini dibantah oleh Iran dan Suriah. Meskipun AS memberikan dukungan kepada Denmark, Sekjen PBB secara halus juga menyindir kinerja dari wartawan Denmark tersebut. Melihat berbagai perbedaan persepsi antara kedua kubu saya akan memakai konsep HAM dalam memahami permasalahan yang terjadi ini.

Masyarakat Muslim duniapun turun kejalan dan melakukan tindakan anarkis serta mudah sekali terpancing amarah dalam menganggapi isu-isu yang sensitif. Itu bisa dilihat dari aksi dunia Muslim berupa pelemparan batu yang dimuat berulang-ulang, pembakaran bendera Denmark serta slogan anti-Denmark. Selain itu reaksi umat Muslim digambarkan menimbulkan ketakutan yang berlebihan dari pihak Eropa karena tindakan mereka yang merusak gedung-gedung perwakilan UE dan Denmark dan negara-negara yang menerbitkan kembali kartun tersebut. Hal ini kontan membuat Denmark menarik sementara para staf diplomatiknya di negara-negara yang mayoritas Muslim.

B. Konsep HAM (Hak Asasi Manusia)

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dimiliki seseorang dan melekat pada diri setiap manusia sejak ia dalam kandungan dan merupakan pemberian dari Tuhan. Konsep-konsep atau ide-ide mengenai HAM setidaknya dapat dibagai ke dalam tiga bagian. Pertama, dikenal dengan istilah first generation. Pada bagian ini isu-isu HAM berpusat pada area politik, seperti kebebasan berbicara dan berorganisasi serta mendirikan perkumpulan atau hak untuk berpartisipasi secara aktif maupun pasif dalam pemerintahan negaranya atau diwakili melalui parlemen. Pengakuan tentang hal yang berkaitan dengan politik ini dituangkan dalam Deklarasi HAM PBB pasal 21. Kedua, dikenal dengan istilah second generation. Bagian yang kedua ini sangat memfokuskan HAM pada area ekonomi, sosial dan budaya demi martabat serta pengembangan kepribadian seorang manusia. Pengakuan akan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya diatur dalam dokumen PBB berupa Perjanjian Internasional mengenai hak ekonomi, sosial , dan budaya (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights). Berikutnya dikenal dengan istilah third generation. pada bagian ketiga ini lebih difokuskan pada area kolektif dnegan kata lain pengakuan tentang hak-hak masyarakat (peoples). Pada era setelah berakhirnya Perang Dingin, konsep dari HAM mengalami tantangan yang luar biasa dan memunculkan berbagai macam kritik. Ini sekaligus mempertanyakan konsep third generation. Penekanannya pada “people” menjadi rancu. Paling jelas dapat diamati pada konsep “Western values” dan “Asian Values”. Benarkah “people” dari seluruh dunia yang dimaksud?

C. Analisis

Isu pemuatan karikatur Nabi Muhammad SAW jelas menimbulkan semacam ancaman social (social-threats) dalam dinamika keamanan global. Social threats tidak dapat dipisahkan dari political threats. Permasalahan seperti bahasa, ide, komunikasi, agama, entitas lokal (tradisi), budaya, merupakan pokok utama permasalahan dalam societal threats. Ketika masuk ke ranah global ini menjadi semacam social-security yang sangat saling keterkaitan dengan political-security.

Dalam kasus ini CSS (Critical Security Studies) memberikan manfaat yang penting dengan memperluas cakupan debat di dalam studi mengenai keamanan dengan memperkenalkan perspektif-perspektif postpositivis, seperti feminis, pos-kolonial, neo-marxis, konstruktifis, sosiologis, dan posmodernis.[1] CSS secara langsung menarik permasalahan yang nyata dan pertanyaan-pertanyaan dari studi keamanan kontemporer dengan tujuan untuk terlibat dalam re-evaluasi secara teoretis dan re-orientasi dari bidang tersebut.[2] Copenhagen school mengangkat isu mengenai securitization. Securitization, menurut Copenhagen School terjadi dalam interaksi di antara elit pemerintah dan masyarakat. Menurut Barry Buzan dan Waever, “Security is a quality actors inject into issues by securitizing them, which means to stage them on the political arena… and then to have them accepted by a sufficient audience to sanction extraordinary defensive moves.” (Buzan, Waever, and de Wilde 1998 p. 204)[3]

Menurut Barry Buzan dan Waever, keamanan dapat didefinisikan sebagai aktor-aktor yang masuk ke dalam suatu permasalahan dengan mengamankan mereka, yang bertujuan untuk menempatkan mereka dalam arena politik, dan kemudian membuat mereka diterima oleh sejumlah masyarakat untuk memberikan sanksi terhadap tindakan pertahanan yang luar biasa. Apabila melihat karya-karya Barry Buzan, sectors didefinisikan sebagai arena di mana tipe-tipe keamanan berinteraksi; yaitu militer, politik, ekonomi, sosial, dan lingkungan.[4] Bagi Copenhagen School, sektor-sektor ini mendukung berbagai bentuk hubungan-hubungan antara aktor-aktor untuk mengembangkan definisi yang berbeda dari referent object – sebuah entitas yang dilihat dalam terancam dan memiliki klaim yang sah untuk meminta keberlangsungan hidupnya.[5] Dalam kasus diatas, Denmark ‘kewalahan’ oleh keputusan pemerintah di beberapa negara di Kawasan Timur Tengah. Mereka menghentikan impor dari Denmark dan menolak semua barang buatan Denmark. Perekonomian Denmark sempat melemah. Kita bisa lihat bagaimana sebuah kebijakan Luar Negeri dipengaruhi oleh isu-isu HAM misalnya.

Isu yang awalnya dimulai oleh sebuah media massa, dalam waktu sekejap berubah menjadi “friksi” antarnegara, yaitu antara Denmark dan mayoritas Negara yang dihuni oleh penduduk Muslim. Bahkan Uni Eropa juga termasuk dalam kekisruhan isu ini akibat pemuatan kembali karikatur Nabi Muhammad oleh media massa mereka.. Apalagi pada kasus pemuatan karikatur Nabi Muhammad ini terjadi setelah tragedy 11 September dimana entitas Muslim selalu menjadi sorotan tajam. Penggambaran Nabi Muhammad secara ‘karikatur” sangat sukar diterima oleh penganut muslim di seluruh dunia. Sedangkan di Barat dimana cara pandang liberal sangat diakui hal ini lebih bermuatan ‘kebebasan berpendapat dan berekspresi. Perbedaan persepsi akan sebuah nilai kepercayaan menjadi blunder yang mengancam stabilitas keamanan global. Mulai dari aksi anarkis di berbagai penjuru dunia yang memakan korban sampai pemboikotan produk buatan Denmark mencerminkan betapa kompleksnya keterkaitan antar satu sector dengan sector lainnya (social-politik-ekonomi).

Mengacu pada pemahaman Copenhagen School terkait isu ini jelas ada dua pihak yang merasa terancam (referent object) terkait pemuatan karikatur Nabi Muhammad ini, pertama jelas umat muslim di seluruh dunia, mereka menanggap terjadi pelecehan terhadap nilai-nilai yang mereka percayai selama ini oleh Denmark dan Eropa,ditambah lagi pencitraan pasca 11 September dan aksi anarkis dan terorisme yang melekat di citra umat Muslim membuat posisi umat Muslim “kesusahan”. Jelas ada nilai-nilai identitas umat Muslim yang terancam bagi pemeluk Islam di seluruh dunia. Pihak lain yang merasa dirinya juga terancam adalah Denmark dan UE (karena memuat kembali kariaktur tersebut di media massa local di berbagai negara), mulai dari media yang memuatnya, masyarakat Denmark di luar negeri sampai Pemerintah Denmark sendiri. Pihak Denmark jelas mengalami kerugian besar terkait boikot barang-barang buatan Denmark di Timur Tengah. Selain itu aksi anarkis pelemparan batu ke jendela kedutaan besar mereka dan perwakilan UE di negara berpenduduk muslim semakin membuat permasalahan memanas sampai pada penarikan staff diplomatic untuk sementara waktu.

Selain sectors dan referent object, konsep lain yang terkait dalam pemahaman CSS adalah securitzation. Securitization berhubungan dengan kemampuan “speech act” yang dilakukan oleh pemerintah atau elit politik untuk meyakinkan masyarakat terhadap suatu hal yang dianggap mengancam keamanan, agar masyarakat waspada dan mengganggap hal tersebut sebagai ancaman bagi keamanan. Permasalahan yang dianggap ancaman itu biasanya bukan berasal dari militer atau yang berhubungan dengan high politics. Pada pemuatan ulang karikatur Nabi Muhammad ini dapat kita simak ada perbedaan dalam memandang penerbitan kartun nabi tersebut. Pihak Barat tetap teguh dengan prinsip kebebasan berekspresinya dan sangat menghormati keberagaman. Sentimen negatif tampak diberikan oleh Amerika Serikat yang menilai Iran dan Suriah sebgai dalang dari aksi massa di seluruh dunia Muslim dan sangat memanfaaatkan situasi ini dengan baik. Terlihat prasangka dari masing-masing pihak semakin tajam ditambah lagi dengan sikap Taheran yang membiarkan lomba penerbitan kartun Holocaust yang memicu kemarahan umat Yahudi dan Barat.

Hal ini kemudian melebar sampai pada perseturuan antara dunia Muslim dan Barat. Denmark mendapat sokongan dari AS, meski bisa dikatakan bukan dalam bentuk langsung, tetapi pernyataan AS yang menuding Suriah dan Iran sebagai provokator aksi anarkis di berbagai negara membuat kedua kubu semakin berlawanan. Di Nigeria dan Pakistan, pemerintah setemapt, sampai mengeluarkan tanggap darurat demi mengatasi aksi anarkis warga yang menentang pemuatan ulang kartun ini. Pada akhirnya tidak hanya Denmark, tetapi identitas Barat juga terseret kedalamnya. Bahkan PBB, Uni Eropa, dan OKI mengatakan mereka cemas atas aksi unjuk dengan kekerasan menentang kartun politik Denmark yang menggambarkan Nabi Muhammad sebagai teroris. Ketiga organisasi itu mengeluarkan pernyataan bersama mengutuk tindak kekerasan itu – khususnya serangan atas misi-misi diplomatik di Siria, Lebanon dan tempat-tempat lain. Ketiga organisasi itu mengatakan mereka menjunjung sepenuhnya hak mengutarakan pendapat. Tetapi mereka mengatakan kartun “penghinaan” terhadap Nabi Muhammad menunjukkan perlunya kepekaan dan tanggung jawab oleh pers bagi kepercayaan semua agama. Javier Solana mengatakan “Eropa menghormati Islam dan tidak pernah dan tidak akan bermaksud melukai perasaan umat Islam terkait penrbitan kartun Nabi Muhammad yang menyinggung umat muslim seluruh dunia”. Hal ini disampaikan sewaktu pertemuannya dengan ketua OKI Ekmeleddin Ihsanoglu. Sedangkan Koffi Anan mengatakan “kartun tersebut bersifat sensitif,ofensif dan provokativ”.

Isu HAM jelas menjadi isu sekuritisasi dalam hal ini. Pihak Denmark dan Barat menganggap apa yang diterbitkan oleh media Denmark tersebut sebagai sebuah kebebasan berekspresi dan telah sesuai dengan UU Denmark. Bahkan negara-negara seperti Perancis, Jerman, Spanyol menganggap penerbitan kembali kartun tersebut merupakan aksi solidaritas mereka dalam menjunjung kebebasan pers. Namun, pihak negara Muslim menanggap lain permasalhan ini. Menurut mereka penggambaran Nabi Muhammad yang bersorban bom dianggap melecehkan agama mereka. Ditambah lagi dalam Islam gambar/kartun Nabi muhammad saja tidak boleh dilakukan (haram) karena dianggap sebagai bentuk pemberhalaan.

Benarkah HAM berlaku secara universal? Meski hal ini diralat oleh Chris Brown yang berpendapat bahwa meskipun HAM merupakan produk pemikiran Barat bukan berarti kita akan dibuat berpikir seperti Barat pula[6]. Dari yang awalnya menekankan pada kebebasan berpendapat dan HAM ternyata menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan. Jelas isu social kemudian bisa berkembang menjadi ancaman global sehingga perlu disekuritisasi agar tak terulang lagi dan memberikan kemaslahatan bagi semua orang. Perbedaan pemahaman dalam memandang HAM saja bisa menimbulkan konflik antar sesama manusia lintas nasional yang memakan korban jiwa dan membuat ketenangan warga Barat di Negara Muslim menjadi terancam. Yang kemudian dibutuhkan adalah ruang publik dimana wacana-wacana alternatif dapat dihasilkan melawan wacana keamanan yang dikonstruksikan oleh para elit politik atau pemerintah.

Daftar Pustaka


Brown, Chris.2008. Human Rights dalam John Baylis dan Steve Smith, eds., The Globalization of World Politics.An Introduction to Internatonal Relations. 4th. Oxford: Oxford University Press,hal 506-521.

Buzan, Barry. 1991. People, States, and Fear: An Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War Era. London: Harvester Wheatsheaf, 2nd ed., dalam buku Allan Collins. 2007. Contemporary Security Studies. New York: Oxford University Press.

Buzan, Barry dan Hansen, Lene. 2008. The Evolution of International Security Studies. New York: Cambridge University Press.

Aradau, Claudia . Theorizing Security and the Limits of Politics”, dalam http://critical. libertysecurity. org/ documents/Aradau.doc . Diakses pada 18 Desember 2010

Booth,Ken. 2005. Critical Security Studies and World Politics. (Boulder, CO and London: Lynne Rienner, dalam http://www. in-spire. org/reviews/nz11072007_critical_security _studies.pdf. Diakses pada 18 Desember 2010

Booth, Ken. 1997. Security and self: Reflections of a fallen realist. In Critical security studies, ed. Keith Krause and Michael C. Williams: London: UCL Press.

http://www.upress.umn.edu/Books/K/krause_critical.html Diakses pada 17 Desember 2010

Ribuan Demonstran Bakar Gedung Kedutaan Denmark dan Norwegia di Damaskus.2006. diakses melalui http://www.voanews.com/indonesian/news/a-32-2006-02-04-voa11-85266257.html. Diakses pada 17 Desember 2010.

AS Mengecam Keras Serangan Atas Kedutaan Asing di Damaskus.2006. http://www. voanews.com/indonesian/news/a-32-2006-02-05-voa1-85232997.html. Diakses pada 17 Desember 2010

PBB, Uni Eropa dan OKI Cemaskan Reaksi Keras Atas Kartun Nabi Muhammad.2006. http://www.voanews.com/indonesian/news/a-32-2006-02-08-voa1-85075047.html. Diakses pada 17 Desember 2010

Kofi Annan Kritik Media Yang Memuat Kartun Nabi.2006. http://www.voanews. com/indonesian/news/a-32-2006-02-10-voa3-85257212.html. Diakses pada 17 Desember 2010.

Staf Diplomatik Denmark Tinggalkan Suriah.2006. http://www.voanews. com/indonesian/news/a-32-2006-02-11-voa7-85307102.html. Diakses pada 17 Desember 2010.

Denmark Tarik Pulang Diplomat, Anjurkan Warganya Tinggalkan Indonesia.2006. http://www.voanews.com/indonesian/news/a-32-2006-02-12-voa3-85307237.html. Diakses pada 17 Desember 2010.

Javier Solana: Eropa Menghormati Islam.2006. http://www.voanews.com/english/news/a-13-2006-02-13-voa49.html. Diakses pada 17 desember 2010.




[1] Ken Booth, Critical Security Studies and World Politics. (Boulder, CO and London: Lynne Rienner, 2005) dalam http://www. in-spire. org/reviews/nz11072007_critical_security_studies.pdf (diakses pada 18 Desember 2010)

[3]Theorizing Security and the Limits of Politics”, oleh Claudia Aradau dalam http://critical. libertysecurity. org/ documents/Aradau.doc (diakses pada 17 Desember 2010)

[4] Barry Buzan, People, States, and Fear: An Agenda For International Security Studies in the Post-Cold War Era, 2nd ed., (London: Harvester Wheatsheaf, 1991), dalam buku Allan Collins, Contemporary Security Studies, ( New York: Oxford University Press, 2007), hlm. 60.

[5] Barry Buzan dan Lene Hansen, The Evolution of International Security Studies, (New York: Cambridge University Press, 2008), hlm. 214.

[6] Chris Brown.2008. Human Rights dalam John Baylis dan Steve Smith, eds., The Globalization of World Politics.An Introduction to Internatonal Relations. 4th. Oxford: Oxford University Press